Strategi Ventilasi Silang pada Perancangan Rumah Tropis

Atensi arsitek rumah tropis terhadap penghawaan alami meningkat pesat. Kesadaran arsitek dan pemilik bangunan akan pentingnya ventilasi silang pada bangunan, kini ditandai dengan terwujudnya desain hunian yang menitikberatkan pada sirkulasi udara di dalam rumah. Salah satunya dengan desain elemen dinding berpori. Ventilasi silang pun menjadi kata kunci yang lebih banyak digunakan pada diskusi keilmuan terkait dengan kualitas dan kenyamanan termal interior[1]. Pertanyaan besarnya, hal apa yang membuat ventilasi silang itu berhasil?

Penggunan ventilasi silang di dalam bangunan publik terlihat didominasi oleh penggunaan roster beton, panel, dan elemen cladding. Demikian pula pada kategori tipologi bangunan hunian. Penggunaan panel perforated, roster beton, serta elemen ventilasi lainnya dikenalkan kepada publik tidak hanya melalui perancangan rumah tinggal tunggal, namun juga melalui perancangan hunian di perumahan dan hunian vertikal.

© Nadiya Rahmah

Elemen dinding berpori dengan bahan roster beton pada bangunan Masjid As-Salam karya Arkiru Architect. Jalan Dago (Atas), Bandung. (Sumber foto: Nadiya Rahmah)

© Nadiya Rahmah

Penggunaan elemen dinding berpori berbahan roster beton dalam desain ruang publik kafé dengan konsep semi terbuka. Jardin Café, KKum Architect, Jalan Cimanuk, Bandung. (Sumber foto: Penulis)

© Nadiya Rahmah

Penggunaan elemen dinding berpori dalam desain ruang publik masjid BSI, CND Architect, Cipularang. (Sumber foto: Penulis)

Secara visual, keberadaaan elemen dinding dan selubung berpori memberikan tekstur dan pola dinding yang lebih kaya dibandingkan dinding dengan acian halus dan cat polos. Unsur bidang dinding pun dapat dirancang sebagai elemen tiga dimensi. Di saat yang sama, penggunaan satu elemen dinding berpori secara masif dapat secara signifikan meningkatkan kompleksitas visual dari rancangan. Fungsi dinding berpori tersebut juga tidak hanya sebagai lubang ventilasi, tetapi sekaligus sebagai elemen partisi yang memberikan keterhubungan terbatas baik secara visual, suara (akustik), maupun keterhubungan sirkulasi udara, antara satu ruang dan ruang lainnya.

Salah satu rancangan bangunan tipologi hunian vertikal kategori ketinggian sedang yang menggunakan dinding berpori, di antaranya adalah desain Griya Kos Nawastika Residential and Boarding House, Yogyakarta, yang dirancang oleh Saturasi Architect. Pada desain rumah kos tersebut, arsitek menjadikan sirkulasi udara alami sebagai konsep utama[2]. Konsep tersebut diwujudkan dengan penempatan elemen dinding berpori berbahan roster beton dan terakota sebagai fokus utama fasade bangunan. Selain itu, elemen roster juga ditempatkan pada ruang-ruang publik seperti atrium dan mushola, serta jalur sirkulasi seperti koridor dan ruang tangga. Setiap unit kos dalam desain Griya Kos Nawastika ini memiliki akses bukaan ke area semi-terbuka yang memiliki penghawaan dan pencahayaan alami. Akses bukaan tersebut adalah akses bukaan operable yang dioperasikan sesuai preferensi pengguna.

Desain dinding berpori sebagai fokus utama tampak bangunan, Griya Kos Nawastika Residential and Boarding House, Saturasi Architect, Yogyakarta. (sumber gambar: archdaily[3])

Sistem ventilasi alami bisa dikatakan berhasil jika udara dari luar dapat dialirkan ke dalam ruangan dan diteruskan mengalir ke luar ruangan. Dengan demikian, udara interior dengan kadar CO2 dan uap air yang tinggi dapat diganti dengan udara segar yang memiliki kadar oksigen tinggi (dengan asumsi udara di luar adalah udara yang bersih). Tingkat pertukaran udara jenuh dengan udara bersih dapat diukur menggunakan satuan ACH (air change per hour).[4]

Konfigurasi elemen ventilasi menjadi penentu apakah udara bisa mengalir. Tidak cukup hanya mengalir saja, semakin besar kecepatan angin yang masuk ke dalam ruangan, maka akan semakin banyak udara jenuh yang tergantikan dengan udara bersih[5]. Kecepatan angin interior yang mendekati kondisi angin normal (antara 2-5 m/s) juga akan memberikan efek sejuk pada ruangan[6].

Udara yang mengalir melalui ruangan dengan ventilasi silang.

Sesuai namanya, ventilasi silang dirancang dengan perhatian khusus terhadap posisi bukaan yang bersilangan untuk mengutilisasi prinsip fluida dinamis seperti bahwa udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, atau dari area bersuhu rendah ke area bersuhu tinggi[7]. Selain itu, angin yang tertahan oleh suatu permukaan akan mengalir ke samping, yang dalam perjalanannya menciptakan tekanan positif pada permukaan yang dihadapi namun menciptakan tekanan negatif pada area samping dan belakang benda tersebut.

Secara umum, jika kondisi pergerakan angin di sekitar bangunan cukup baik, maka ruangan interior sangat mungkin memperoleh angin yang cukup. Akan tetapi, pergerakan udara di dalam ruangan juga bisa sangat minimal, dengan kecepatan angin di bawah 1 m/s ketika kecepatan angin di luar ruangan 5 m/s[8]. Artinya terdapat perbedaan kecepatan angin eksterior dan kecepatan angin interior yang cukup signifikan pada kasus tertentu. Tentu kondisi ini juga dipengaruhi oleh susunan ruang luar, kepadatan dan ketinggian bangunan di sekitar tapak, dan data iklim setempat berkaitan dengan kecepatan angin dari seluruh penjuru mata angin.

Untuk mengoptimalkan ventilasi silang, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan sebagai strategi meningkatkan kecepatan angin di dalam bangunan.

  1. Menara Angin (Wind Tower)

Menara angin menggunakan prinsip udara yang mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Desain menara angin umumnya berupa atrium dengan bukaan khusus di bawah atap yang berfungsi untuk memasukan dan mengeluarkan udara[9]. Desain menara angin yang baik tidak hanya berupa menara tunggal, tetapi dilengkapi dengan elemen inlet atau penangkap angin, yang memasukan udara ke bagian bawah atrium. Selanjutnya, di siang hari, udara akan bergerak ke atas, karena area di bawah atap umumnya lebih panas, lalu udara akan keluar melalui bukaan di bawah atap[10].

Prinsip dasar menara angin. (Sumber: diagram diadaptasi dari Fathy, 1986)

  1. Penggunaan Louver dengan sudut pivot 90 derajat.

Studi yang dilakukan oleh Wang dan timnya[11] memperlihatkan dampak positif penggunaan louver pada peningkatan kecepatan angin melewati ruangan. Simulasi dengan CFD memperlihatkan perbedaan gerak aliran udara yang masuk melalui jendela dan terus mengalir hingga dapat keluar lagi pada sisi dinding yang bersebrangan. Dengan penggunaan louver vertikal yang tegak lurus terhadap bidang dinding (perpendicular), kecepatan angin yang masuk mengalami peningkatan dari 0.96 m/s menjadi 1.09 m/s pada posisi terdekat dengan jendela, kemudian kecepatan angin yang keluar melalui jendela pada bidang bersebrangan meningkat dari 0.41 m/s menjadi 1.37 m/s.

  1. Penangkap Angin (wind-catcher).

Obeidat et al (2021)[12] menggunakan kombinasi penangkap angin berbentuk venturi (lengkung di bagian bawah dan mendatar di bagian atasnya) dalam rancangan menara angin setinggi 17 meter untuk diterapkan pada stasiun di Aqaba, Yordania. Eksperimen desain yang dilakukan dalam empat (4) kali iterasi optimisasi menghasilkan rancangan yang mampu mendispersi angin ke ruang interior stasiun dengan kecepatan berturut-turut <1 m/s, 1.7-2 m/s, 2-2.7 m/s, dan 3.5 m/s, dengan kecepatan inlet angin eksterior 6.5 m/s. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan simulasi pada ruangan tipikal dengan bukaan konvensional di mana kecepatan udara interior 0.005-0.9 m/s diperoleh dari angin dengan kecepatan inlet (angin eksterior) antara 0.6 4.7 m/s[13].

Desain penangkap angin (wind catcher) terintegrasi dengan wind tower pada perancangan stasiun di Aqaba, Yordania. Kurva pada elemen vertikal desain 04 merupakan bentuk venturi. (Sumber gambar: adaptasi dari Obeidat et al. 2021)

  1. Konfigurasi bukaan bersilangan

Konfigurasi bukaan untuk ventilasi alami akan lebih efektif jika perancang mengetahui arah datangnya angin yang paling dominan sepanjang tahun. Untuk bukaan ventilasi silang arah vertikal, akan lebih efektif jika ventilasi yang diletakan di bawah berada di posisi arah datangnya angin, dan ventilasi yang diletakkan di atas difungsikan sebagai outlet. Dengan demikian, di siang hari ketika dibutuhkan pendinginan ruangan, udara masuk dari bawah dan secara otomatis akan bergerak ke atas mencari jalur keluar yang terletak di atas.

  1. Menggunakan Exhaust

Exhaust hisap harus terletak pada bidang dinding yang menjadi jalur keluarnya udara. Jika desain memiliki atrium, maka exhaust dapat diletakkan di bawah atap atrium (tidak diletakkan di bawah).

Dapat disimpulkan bahwa konsep ventilasi silang dikatakan berhasil (fungsional) dengan banyaknya volume pertukaran udara per jam (air change per hour), kecepatan aliran udara yang cukup pada interior bangunan, dan konfigurasi yang sesuai. Nilai kecepatan angin 2-5 m/s dianggap nyaman untuk ruang interior, akan tetapi arah datangnya angin disesuaikan dengan fungsi ruang dan kebutuhan pengguna. Strategi meningkatkan kecepatan aliran udara di dalam ruangan di antaranya denga menggunakan menara angin, penggunaan louver vertikal tegak lurus bidang fasade, penggunaan bidang penangkap angin, konfigurasi silang vertikal dengan bukaan bawah di posisi datangnya angin, dan secara mekanis dengan menggunakan exhaust hisap di bukaan outlet.

 

Referensi:

Griya Kos Nawastika Residential and Boarding House. Archdaily. URL: https://www.archdaily.com/1005460/griya-kos-nawastika-residential-and-boarding-house-saturasi-architects?ad_source=search&ad_medium=projects_tab diakses 15 Oktober 2024 3:30 PM

Obeidat, B., Kamal, H., & Almalkawi, A. (2021). CFD analysis of an innovative wind tower design with wind-inducing natural ventilation technique for arid climatic conditions. Journal of Ecological Engineering, 22(2), 86-97.

Rodrigues Marques Sakiyama, N., Frick, J., Bejat, T., & Garrecht, H. (2021). Using CFD to evaluate natural ventilation through a 3D parametric modeling approach. Energies, 14(8), 2197.

Wang, Y., Lu, P., Yao, H. B., Liu, J. P., & Chen, L. L. (2011). The Analysis of the Impact of the Louver on the Natural Ventilation. Advanced Materials Research, 243, 6997-7000.

Makarieva, A. M., Gorshkov, V. G., Sheil, D., Nobre, A. D., & Li, B. L. (2013). Where do winds come from? A new theory on how water vapor condensation influences atmospheric pressure and dynamics. Atmospheric chemistry and Physics, 13(2), 1039-1056.

Yao, R., Zhang, S., Du, C., Schweiker, M., Hodder, S., Olesen, B. W., . . . Zhou, S. (2022). Evolution and performance analysis of adaptive thermal comfort models–A comprehensive literature review. Building and Environment, 217, 109020.

[1] Yao et al., 2022, Evolution and performance analysis,

[2] Griya Kos Nawastika Residential and Boarding House. Archdaily. URL: https://www.archdaily.com/1005460/griya-kos-nawastika-residential-and-boarding-house-saturasi-architects?ad_source=search&ad_medium=projects_tab diakses 15 Oktober 2024 3:30 PM

[3] https://www.archdaily.com/1005460/griya-kos-nawastika-residential-and-boarding-house-saturasi-architects/64dc2da08177ff3e12583e9f-griya-kos-nawastika-residential-and-boarding-house-saturasi-architects-diagram

[4] Jiang et al., 2011 dalam Obeidat et al., 2021, CFD Analysis of an Innovative; Sakiyama et al., 2021.

[5] Obeidat et al., 2021, CFD Analysis of an Innovative,

[6] Obeidat et al., 2021, CFD Analysis of an Innovative,

[7] Makarieva et al., 2013, Where do winds come from?,

[8] Sakiyama et al, 2021, Using CFD to Evaluate,

[9] Billington & Roberts, 1982 dalam Obeidat et al., 2021: 87, CFD Analysis of an Innovative,

[10] Fathy, 1986 dalam Obeidat et al., 2021: 87,

[11] Wang et al., 2011, The analysis of the impact,

[12] Obeidat et al., 2021,

[13] Sakiyama et al., 2021, Using CFD to Evaluate,

Penulis :

Nadiya Rahmah